Analisis Faktor dan Strategi Preventif Meminimalisir Perilaku Revenge Porn pada Remaja
Indri Oktavia Rospita, S.Psi
Program Studi Magister Sains Psikologi, FISIP, Universitas Brawijaya
Pendahuluan
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini remaja dikenal dengan karekteristik memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, rasa ingin mencoba yang besar, emosi yang fluktuatif serta sangat lekat dengan teman sebayanya. Pada masa remaja terjadi perubahan pada beberapa aspek fisik, aspek emosional, kognitif, dan psikososial.
Berbicara tentang perubahan pada aspek psikososial, Agustiani (dalam Ajhuri, 2019) menjelaskan bahwa masa remaja dihadapkan pada berbagai isu psikososial seperti identitas, otonomi, intimasi, seksual dan pencapaian. Isu identitas berbicara tentang kemampuan individu dalam mengenal dan menyampaikan siapa dirinya. Isu otonomi berbicara tentang menjadi individu yang mandiri. Isu intimasi berbicara tentang kemampuan individu dalam menjalin hubungan dekat dengan orang lain. Isu seksual berbicara tentang bagaimana individu mengekspresikan perasaan kepada lawan jenis dan keintiman yang terjalin lewat kontak fisik dengan lawan jenis. Isu pencapaian berbicara tentang kemampuan individu dalam mencapai keberhasilan.
Akhir akhir ini isu tentang seksualitas remaja kembali menjadi perbincangan. Hal ini disebabkan maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi, khususnya kasus pelecehan seksual kepada remaja perempuan. Jenis pelecehan seksual tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi juga bisa melalui dunia maya. Salah satu contoh kasus pelecehan seksual yang marak dilakukan oleh remaja laki-laki kepada remaja perempuan adalah revenge porn. Revenge porn adalah sebuah ancaman yang dilakukan oleh mantan pasangan dengan menyebarkan foto atau vidio porno tanpa persetujuan orang yang bersangkutan dengan tujuan untuk balas dendam atau karena sakit hati setelah hubungan berakhir (McGlynn et al., 2017).
Komnas Perempuan merilis data pada tahun 2021 bahwa kasus kejahatan siber meningkat hampir tiga kali lipat dari tahun 2019. Pada tahun 2019 terjadi 281 kasus kejahatan siber kemudian pada tahun 2020 tercatat sebanyak 942 kasus kejahatan siber. Kasus kejahatan siber didominasi oleh kasus kekerasan seksual berupa ancaman dan intimidasi penyebaran foto atau vidio porno baik di ranah KDRT/Relasi Personal dan di komunitas. Pelaku terbanyak kejahatan siber pada ranah KDRT atau Relasi Personal adalah mantan pacar, sedangkan pada ranah komunitas pelaku utama adalah teman, anonim bahkan menggunakan akun palsu (Komnas Perempuan, 2021).
Kyodo News pada laman Liputan6.com menyebutkan bahwa pada tahun 2022 kasus revenge porn yang menimpa remaja berusia 18 tahun sebanyak 1.728 kasus. Pelaku revenge porn ini adalah sahabat, pacar bahkan orang yang tidak dikenal melalui media sosial. Pada laman yang sama Help Guide milik Amerika Serikat melaporkan bahwa sebagian besar korban revenge porn tidak membuat laporan pada pihak kepolisian bahwa mereka telah menjadi korban pelecehan seksual. Sebagian besar korban revenge porn di Amerika Serikat berusia remaja dan memasuki usia dewasa awal (Rony, 2023).
Pada laman Kompas.com merilis berita tentang seorang siswi SMA yang berasal dari Kabupaten Lampung Selatan menjadi korban penyebaran vidio intim yang dilakukan oleh mantan pacar. Hal ini menyebabkan siswi SMA tersebut mencoba untuk bunuh diri dengan cara melompat ke sungai (Prihatini dan Sumartiningtyas, 2021). Pada laman Merdeka.com juga merilis berita tentang remaja SMA dari Palembang yang menjadi korban revenge porn pacarnya. Pelaku merasa cemburu karena sang pacar kembali menjalin komunikasi dengan mantan pacarnya (Firdaus, 2024).
Kasus revenge porn juga terjadi di Indonesia bagian timur, seorang siswi dari Nusa Tenggara Timur melakukan aksi bunuh diri dengan cara gantung diri setelah foto asusila dirinya tersebar di dunia maya. Pelaku yang dicurigai menyebarkan foto asusila korban ada dua orang yaitu teman dan pacar korban (Abdulhakim, 2023). Kasus penyebaran vidio telanjang oleh mantan pacar dilakukan seorang remaja laki-laki asal Tarakan. Penyebaran foto dan vidio asusila milik mantan pacarnya ini dilakukan karena pelaku merasa kesal telah diputus secara sepihak (Headlineku, 2023).
Kasus revenge porn lain yaitu pada laman Kompas.com memuat berita tentang tiga remaja yang berasal dari Magelang menyebarkan foto asusila milik seorang remaja perempuan. Foto asusila itu dadapat secara tidak sengaja dari handphone pacar korban, kemudian oleh pelaku disebarkan kepada beberapa temannya (Fitriana dan Arif, 2020). Pada laman yang sama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa kasus anak yang menjadi korban kejahatan seksual dan cyber crime menempati urutan ke tiga dalam kasus kejahatan seksual selama tahun 2021. Jumlah kasus anak yang menjadi korban kejahatan seksual dan cyber crime pada tahun 2021 sebanyak 345 kasus (Siregar dan Carina, 2022).
Berdasarkan pemaparan beberapa kasus di atas dapat ditarik benang merah bahwa rata-rata pelaku revenge porn adalah pacar, mantan pacar dan teman. Adapun alasan para pelaku melakukan hal tersebut karena cemburu atau balas dendam. Dampaknya korban berusaha untuk melakukan percobaan bunuh diri bahkan sudah ada yang meninggal karena mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.
Pada paragraf sebelumnya telah disebutkan bahwa masa remaja memiliki karakteristik rasa ingin mencoba yang tinggi disertai dengan dorongan seksual berupa ketertarikan kepada lawan jenis. Karakteristik tersebut membuat remaja mulai mengeksplorasi hubungan romantis dengan lawan jenis, namun karena ketidakmampuan kognitif dalam mengelola aspek emosional yang sedang fluktuatif karena faktor hormonal. Hal ini menyebabkan remaja mengekspresikan rasa sukanya pada lawan jenis tanpa mempertimbangkan aspek moral atau agama. Akhirnya terjadi peristiwa yang tidak dinginkan seperti melakukan aktifitas seksual seperti berciuman bahkan melakukan hubungan intim layaknya suami istri sebagai bentuk ekspresi cinta kepada pasangan tidak sah.
Perilaku seksual ini tidak hanya sampai pada tahapan mengekspresikan cinta dengan berciuman atau berhubungan intim. Perilaku lain yang muncul bahkan ketika pasangan mereka mengambil gambar atau vidio pasangannya saat sedang tidak berbusana atau saat sedang melakukan hubungan intim. Hal ini dilakukan dengan beberapa alasan mulai dari mengagumi pasangan sampai koleksi pribadi.
Collins, Welsh dan Furman, Conolly dan McIsaac (dalam Santrock, 2012) menjelaskan bahwa remaja adalah kelompok usia dimana salah satu aktivitas yang dilakukan adalah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berpacaran dan berpikir untuk berpacaran.
Connoly dan McIsaac (dalam Santrock, 2012) menambahkan bahwa hubungan romantis seperti pacaran yang terjadi pada usia yang masih dini dapat menimbulkan permasalahan. Hal senada disampaikan oleh Furman, Low dan Ho (dalam Santock, 2012) bahwa hubungan romantis yang terjalin diantara remaja dapat menyebabkan terjadinya kenakalan remaja seperti penyalahgunaan narkoba dan perilaku seksual. Berdasarkan pemaparan di atas kemudian timbul pertanyaan faktor apa yang menyebabkan remaja terjerumus ke dalam fenomena revenge porn ? Strategi apa yang bisa dilakukan agar remaja dapat terhindar dari fenomena revenge porn?
Isi
Maraknya kasus revenge porn yang terjadi pada remaja membuat resah masyarakat terutama orang tua. Berdasarkan beberapa sampel berita tentang revenge porn pada paragraf sebelumya dapat dilihat pola yang rata-rata sama, seperti pelaku adalah orang yang dikenal bahkan dekat dengan status sebagai teman, pacar atau mantan pacar. Aksi revenge porn didasari pada rasa sakit hati, kesal atau cemburu. Rata-rata korban mengalami tekanan psikologis bahkan sampai bunuh diri.
Hal diatas senada dengan beberapa hasil penelitian berikut. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dharmawan dan Solaeman (2022) menemukan bahwa faktor penyebab pelaku melakukan revenge porn adalah sakit hati dan ingin balas dendam kepada korban karena korban ingin mengakhiri hubungannya atau tidak mau menerima ajakan pelaku untuk melakukan hubungan seksual. Pelaku menyebarkan konten asusila milik korban melalui internet sehingga dapat diakses oleh masyarakat luas. Peristiwa ini menyebabkan tekanan psikologis kepada korban.
Penelitian yang dilakukan oleh Zaini et al.(2023) menemukan hasil yang senada bahwa fakta tentang alasan pelaku pelecehan seksual menyebarluaskan foto dan vidio asusila adalah rasa sakit hati dan modus balas dendam karena korban meminta putus dari pelaku. Foto dan vidio asusila korban disebarluaskan kepada keluarga, anak-anak dan teman-teman korban melalui akun media sosial milik pelaku. Korban mengalami trauma karena peristiwa penyebaran foto dan vidio asusila miliknya.
Berdasarkan fakta dari berita dan juga hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja cenderung untuk bertindak tanpa berpikir panjang, asas logika hilang karena dorongan seksual yang tidak mampu dibendung oleh kognitif sehingga menyebabkan remaja berperilaku menyimpang. Ajhuri (2019) menjelaskan bahwa remaja adalah kelompok usia dengan aspek emosi yang fluktuatif, hal ini dipengaruhi oleh kondisi hormonal yang bergejolak karena perubahan fisik. Oleh karena itu pada tahapan ini individu merasakan dorongan seksual pada lawan jenis.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja yang melakukan revenge porn memiliki self control yang rendah. Self control menurut Mischel (dalam Lange et al, 2012) adalah kemampuan individu untuk menahan diri dari hal yang menyenangkan saat ini untuk sesuatu yang lebih baik nanti. Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa pelaku tidak mampu menahan dorongan untuk menyebarkan foto atau vidio asusila mantannya karena faktor sakit hati atau balas dendam. Selain itu, satu langkah mundur dari peristiwa penyebaran foto dan vidio asusila tersebut, pelaku juga tidak mampu menahan diri untuk melakuakn kegiatan seksual atau merekam mantannya yang sedang tidak berbusana.
Hal ini sesuai dengan teori interaksi sitem panas dalam teori self-control, dimana sistem ini akan sangat reaktif terhadap rangsangan emosional dan cenderung mendorong tindakan impulsif. Karakteristik sistem ini yaitu termotivasi oleh kesenangan jangka pendek dan pemenuhan kepuasan yang harus disegerakan tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang. Penjelasan ini sesuai dengan pelaku revenge porn, dimana mereka tidak memikirkan resiko jangka panjang seperti terkena Undang Undang ITE.
Berdasarkan keterangan diatas maka hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan self control remaja revenge porn. Usaha meningkatkan self control remaja ini tentunya tidak bisa dilakukan sendiri oleh remaja. Remaja membutuhkan pihak lain untuk membantu mereka memiliki self control yang tinggi. Pihak lain yang bisa diajak bekerja sama antara lain orang tua tentunya, sekolah dan lingkungan teman sebaya.
Ke tiga stake holder ini merupakan aspek penting dalam membantu remaja terhindar dari fenomena revenge porn. Menurut Dupere et al. (dalam Santrock, 2012) menjelaskan bahwa kondisis ekonomi, keluarga atau pola pengasuhan orang tua, teman sebaya dan prestasi akademik menjadi salah satu faktor yang memberi kontribusi kepada kemampuan remaja dalam mengelola hasrat dan perilaku seksual. Silver dan Bauman (dalam Santrock, 2012) mengemukakan bahwa persentase remaja yang aktif secara seksual adalah remaja yang berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah ditengah kota.
Zimmer-Gembeck dan Helfand (dalam Santrock, 2012) menyampaikan bahwa remaja yang memulai kegiatan seksual lebih dini dikarenakan kurangnya pengawasan orang tua. Hal lain menunjukkan bahwa orang tua terutama ibu yang memiliki obrolan atau pembahasan tentang seksual dan resikonya secara terbuka dengan anak menurunkan perilaku seksual pada remaja. Hasil peneltian lain menunjukkan bahwa anak dengan prestasi yang baik akan membawa anak baik itu laki-laki atau perempuan terhindar dari hubungan seksual dini (Laflin, Wang dan Barry dalam Santrock, 2012).
Teman sebaya merupakan lingkungan yang lekat bagi remaja. Remaja memiliki kecenderungan menghabiskan waktunya untuk berkumpul dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tuanya. Hal ini berhubungan dengan faktor penerimaan diri dan pengakuan oleh teman sebayanya. Mereka sedang dalam proses membentuk identitas diri, mereka ingin diterima dan diakui oleh kelompoknya. Oleh karena itu mereka lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan, bahwa remaja harus bijak dalam memilih teman. Teman yang positif memiliki pola pikir dan perilaku positif akan mengajak remaja lain pada hal yang positif begitu juga sebaliknya.
Setiap stake holder memiliki strategi masing masing dalam upaya meningkatkan self control. Peran orang tua dalam meningkatkan self control remaja bisa dilakukan dengan dengan strategi menjadi role model bagi remaja, tunjukkan pada remaja cara mengelola emosi dan membuat keputusan yang bijak dan adanya komunikasi terbuka dengan anak, buat suasana nyaman bagi remaja untuk berbagi perasaan dan pikiran mereka.
Peran sekolah dalam meningkatkan self control remaja bisa dilakukan dengan dengan beberapa strategi diantaranya integrasikan dalam kurikulum tentang pendidikan karakter dan keterampilan mengelola sosio-emosional, hal ini bisa dilakukan oleh tim character building sekolah seperti tim kesiswaan dan guru BK. Kedua, program pengembangan diri, seperti seminar dengan topik yang berkaitan dengan tugas perkembangan remaja. Ketiga, ciptakan lingkungan sekolah yang positif agar siswa merasa aman dan tentunya sinergi sekolah dengan orang tua dimana sekolah selalu mengkomunikasikan perkembangan akademik dan karakter anak didiknya.
Peran teman sebaya dalam meningkatkan self control remaja bisa dilakukan dengan dengan beberapa strategi diantaranya mendorong teman sebayanya untuk bergaul dengan teman yang memiliki pikiran dan perilaku positif. Kedua, saling mendukung satu sama lain terutama hal positif yang membantu ke arah pengembangan diri.
Peran remaja itu sendiri dalam meningkatkan self control bisa dilakukan dengan dengan beberapa strategi diantaranya, berpikir jangka panjang sebelum melakukan sesuatu. Hal ini perlu dilatih agar remaja terbiasa melakukan dalam setiap kesempatan yang memerlukan pengambilan keputusan, terutama pengambilan keputusan yang mendesak. Kedua, pengelolaan emosi. Remaja memiliki emosi yang fluktuatif yang cenderung membuat remaja berpikir dan berperilaku impulsif. Oleh karena itu penting bagi remaja untuk terus melatih diri untuk mengelola emosi. Ke tiga, memilih circle pertemanan yang sehat. Lingkungan pertemanan yang sehat akan membawa remaja pada hal positif.
Kesimpulan
Kasus revenge porn membentuk sebuah pola yang rata-rata sama, seperti pelaku adalah orang yang dikenal bahkan dekat dengan status sebagai teman, pacar atau mantan pacar. Aksi revenge porn didasari pada rasa sakit hati, kesal atau cemburu. Rata-rata korban mengalami tekanan psikologis bahkan sampai bunuh diri.
Salah satu faktor penting yang membuat remaja terjerumus pada fenomena revenge porn adalah rendahnya self-control yang dimiliki. Oleh karena itu hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan self-control remaja agar terhindar atau tidak terjerumus kembali pada fenomena revenge porn. Adapun stake holder yang bisa dilibatkan untuk membantu meningkatkan self-control remaja yaitu orang tua, sekolah dan teman sebaya. Setiap stake holder memiliki strategi masing-masing dalam membantu remaja meningkatkan self-control yang dimiliki.
Orang tua bisa melakukan strategi dengan mejadi role model dan melakukan komunikasi terbuka dengan anak remaja. Sekolah bisa melakukan strategi bersinergi dengan kurikulum, melakukan kegiatan pengembangan diri, menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman dan aman bagi siswa dan melibatkan orang tua dalam setiap proses perkembangan peserta didik.
Teman sebaya bisa melakukan strategi dengan membantu teman lainnya memilih teman dan selalu mendorong temannya untuk melakukan hal positif. Peran remaja itu sendiri dalam meningkatkan self control bisa dilakukan dengan dengan beberapa strategi diantaranya, berpikir jangka panjang sebelum melakukan sesuatu, berlatih mengelola emosi dan memilih lingkungan pertemanan positif.
Daftar Pustaka
Abdulhakim, N.(2023) Foto Asusila Tersebar Siswi SMA di NTT Akhiri Hidup, Polisi Periksa Dua Orang Diduga Penyebar, TribunTrends.com, 2 Oktober 2023. Tersedia di : https://trends.tribunnews.com/2023/10/02/foto-asusila-tersebar-siswi-sma-di-ntt-akhiri-hidup-polisi-periksa-2-orang-diduga-penyebar (Diakses 9 September 2023).
Ajhuri, K.F.(2019) Psikologi Perkembangan : Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Yogyakarta : Penebar Media Pustaka. Tersedia di : https://repository.iainponorogo.ac.id/489/2/LAYOUT%20Buku%20Kayyis_cetak.pdf
Dharmawan, A. dan Solaeman, E.(2022) Tinjauan yuridis terhadap korban revenge porn, Alauddin Law Development Journal (ALDEV), Volume 4 Nomor 3. Tersedia di : file:///C:/Users/Lenovo%20OK/Downloads/19800-Article%20Text-99650-1-10-20221204.pdf (Diakses 9 September 2024).
Firdaus, R.F.(2024) Remaja SMA Jadi Korban ‘Revenge Porn’ Karena Komunikasi Lagi dengan Mantan, Merdeka.com, 23 Juli 2024. Tersedia di: https://www.merdeka.com/peristiwa/remaja-sma-jadi-korban-revenge-porn-karena-komunikasi-lagi-dengan-mantan-168539-mvk.html?page=3 (Diakses 7 September 2024).
Firiana,I. dan Arif, T.M.V (2020) Di Duga sebarkan Konten Pornografi, 3 Remaja di Magelang ditangkap Polisi, Kompas.com, 16 Desember 2020. Tersedia di : https://regional.kompas.com/read/2020/12/16/17453421/diduga-sebarkan-konten-pornografi-3-remaja-di-magelang-ditangkap-polisi?page=all.(Diakses 7 Desember 2024)
HeadlineKu, R.(2023) Tak Terima DiPutuskan, Remaja Sebarkan Foto dan Vidio Asusila Mantan Pacarnya, Headlineku.com, 8 Desember 2023. Tersedia di : https://headlineku.com/tak-terima-diputuskan-remaja-sebarkan-foto-dan-video-asusila-mantan-pacarnya/ (Diakses 9 September 2024).
Komnas Perempuan (2021). Perempuan dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual, Kekerasan Siber, Perkawinan Anak, dan Keterbatasan Penanganan di Tengah Covid-19, Catata Kekerasan terhadap Perempuan tahun 2020. Tersedia di : https://drive.google.com/file/d/1M6lMRSjq-JzQwiYkadJ60K_G7CIoXNoF/view (Diakses 7 September 2024)
Lange,P.A.M.V., Kruglanski, A.W.,& Higgins,E.T.(2012) Handbook of Theories of Social Psychology. London : SAGE Publication Ltd.
McGlynn, C., Rackley,E. and Houngton, R.(2017) Beyond ‘Revenge Porn’: The Continuum of Image -Based Sexual Abuse. Journal Springer. Available at : https://sci-hub.se/10.1007/s10691-017-9343-2
Prihatini,Z. dan Sumartiningtyas, H.K.N.(2021) Siswi SMA Jadi Korban Vidio Asusila Revenge Porn, Ini saran Psikolog, Kompas.com, 3 Desember 2021. Tersedia di : https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/03/170200023/siswi-sma-jadi-korban-video-asusila-revenge-porn-ini-saran-psikolog (Diakses 8 September 2024).
Rony, T.K.(2023) Kasus Revenge Porn Semakin Parah, Ini Tips Melawannya, Liputan6.com, 6 Maret 2023. Tersedia di : https://www.liputan6.com/global/read/5225620/kasus-revenge-porn-semakin-parah-ini-tips-melawannya (Diakses 7 September 2024).
Santrock, J.W.(2012) Life Span Development, Perkembangan Masa hidup (Wisdyasinta, B. Penerjemah). Jakarta Timur : Penerbit Erlangga. (Penerbit Asli McGraw-Hill, 2011).
Siregar, A.R. dan Carina, J.(2022) Kasus Pemuda Ancam Sebar Foto Vulgar Mantan Pacar, KPAI Minta Orang Tua Waspada Anak Jadi Korban Cyber Crime, Kompas.com, 29 Januari 2022. Tersedia di : https://megapolitan.kompas.com/read/2022/01/29/12265121/kasus-pemuda-ancam-sebar-foto-vulgar-mantan-pacar-kpai-minta-orangtua (Diakses 9 September 2024).
Zaini, Z.D, Hesti, Y. dan Ilham, I.(2023) Pertanggungjawaban pidana pelaku penyebaran foto/vidio asusila melalui media sosial, JURNAL RECTUM, Vol. 5, No. 1, 1110 – 1120. Tersedia di : file:///C:/Users/Lenovo%20OK/Downloads/2921-193-6336-1-10-20230301.pdf (Diakses 9 September 2024)